MASIGNALPHAS2101
994769863715964068

Prevention of Gender Violence and Early Marriage

Prevention of Gender Violence and Early Marriage
Add Comments
Rabu, 12 Oktober 2022

Baca Juga

 


Sebagai mahluk sosial manusia di ciptakan untuk hidup bersosialisasi satu sama lain tanpa memandang suku, ras, agama, bahasa dan budaya. Selain perbedaan tersebut dalam lingkungan sosial seringkali terjadi problematik yang muncul antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. maka, manusia di tuntut untuk mampu mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya melalui komunikasi dan membuat suatu kebijakan untuk meminimalisir terjadinya masalah sosial.

Beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami beberapa problematika sosial yang melibatkan banyak perspektif dan spekulasi mengenai keadilan gender. Dalam keadaan ini banyak para aktivis perempuan dan lembaga – lembaga pemberdayaan perempuan meminta hak akan kesetaraan gender tanpa adanya diskriminasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menegakkan kesetaraan gender untuk menjunjung keadilan perempuan untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan sosial.

Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan hak – hak perempuan dan anak Indonesia untuk mendapatkan perlindungan dan terpenuhi haknya. Hal ini, menjadi tanggung jawab Negara terhadap rakyatnya. Karena banyak di temukan kekerasan terjadi kepada perempuan dan anak  yang di latar belakangi oleh diskriminasi gender dan pernikahan dini. Maka, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu mengurangi permasalahan tersebut.

Pernyataan tersebut terlampir dalam Permen PPPA No.13 Tahun 2020 Peraturan Menteri Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana. Bahwa perempuan dan anak berhak untuk mendapatkan rasa aman, pelindungan dari ancaman ketakutan, dan bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia

Dalam survey pengalaman hidup perempuan nasional (SPHN) 2016 menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan baik itu secara fisik maupun secara seksual. 1 dari 4 perempuan yang pernah atau sedang menikah pernah mengalami kekerasan berbasis ekonomi. 1 dari 5 perempuan pernah atau sedang mengalami kekerasan psikis. Data tersebut menggambarkan bahwa permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi PR bersama untuk kemajuan dan kerukunan bangsa Indonesia.

Pernikahan merupakan moment paling sakral sehingga membutuhkan kesiapan, baik secara finansial, mental maupun emosional. Ketidaksiapan seseorang secara psikologis dapat berdampak kepada permasalahan kedepanya sehingga dapat menimbulkan berbagai macam konflik, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan karena adanya ketimpangan relasi kuasa yang menjadikan perempuan yang menikah di usia dini berpotensi menjadi korban kekerasan.

Banyak orang tua beranggapan bahwa perempuan menempuh pendidikan tinggi menjadi hal yang Cuma – Cuma dan membuang waktu belaka. Mereka berfikiran bahwa kodrat perempuan hanya 3M (masak, macak dan manak). Padahal melansir kesetaraan gender perempuan memiliki hak yang sama terhadap laki – laki. Jadi perempuan di wajibkan untuk memiliki pendidikan yang baik untuk mendidik generasi yang akan datang.

Sedangkan jika dilihat dari sisi kesehatan, bagi anak perempuan yang melakukan perniakahan dini rentan mengalami keguguran, gangguan reproduksi, komplikasi medis hingga ancaman kematian baik pada ibu maupun anak saat prosesi melahirkan. Maka dampak negatif  yang akan terjadi pada pernikahan anak akan lebih banyak mengalami problematik bermunculan. Laporan KPAI menjelaskan bahwa pernikahan dini menyebutkan tingkat perceraian mengalami tingkatan yang cukup drastis.

Sehingga sangat di sayangkan jika sekitar 80% pernikahan anak dibawah umur berdampak pada angka anak putus sekolah meningkat, memperburuk keadaan ekonomi dan meningkatkan angka kematian. Selain itu, terdapat normalisasi dari masyarakat sekitar mengenai konstruksi pernikahan dini. Secara seksualitas dipandang sebagai solusi, namun pada kenyataanya banyak melahirkan persoalan dan ketidakadilan sosial atau bahkan terjadinya ketimpangan sosial terhadap masyarakat sekitar.

Ada beberapa hal yang ditujukan oleh badan hukum untuk mengetahui enam kelompok perempuan yang mendapatkan akses advokasi perempuan. Berikut saya lampirkan kelompok perempuan yang membutuhkan pengetahuan advokasi sebagai sumber lisensi hukum Negara :

-          Kelompok perempuan yang sama sekali tidak mengetahui kemana harus pergi untuk mengakses kaedilan.

-          Kelompok perempuan yang mengetahui hak – haknya tetapi tidak tahu harus pergi kemana untuk mengkases keadilan tersebut.

-          Kelompok perempuan yang tahu harus pergi kemana akan tetapi tidak memiliki sarana atau kemampuan untuk mengakses keadilan.

Maka, dari beberapa sumber tersebut menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk terseu mensosialisasikan mengenai UU. TPKS kepada masyarakat. Mengingat isu kekerasan terhadap perempuan merupakan isu pling utama yang memborbardir angka kriminalitas di Indonesia. Mari sebagai generasi bangsa (agent of change) pemerintah mengharapkan kita untuk ikut andil dalam prosesi pemecahan masalah tersebut melalui sosialiasi secara serentak dan besar – besaran untuk memeberantasan aksi kekerasan tersebut.

ranahcahaya.com

Halo semuanya, Ranahcahaya.com merupakan sebuah situs media berbasis website dengan menyajikan informasi-informasi menarik di sebuah kehidupan. Semoga bermanfaat